Pelanggaran
etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar
terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki
kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai
bisnis dari hulu ke hilir. Perlu adanya sanksi yang tegas mengenai larangan
praktik monopoli dan usaha yang tidak sehat agar dapat mengurangi terjadinya
pelenggaran etika bisnis dalam dunia usaha.
CONTOH KASUS
KASUS
ETIKA BISNIS INDOMIE DI TAIWAN
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat
kosmetik, dan pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk
Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk
sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Analisis secara teoritis :
A Dessy Ratnaningtyas,
seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie
yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan
pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya
ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik
sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah
juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie
ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga
berada di dalam kecap dalam kemasan mie instan tersebut, tetapi kadar kimia
yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu
250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam
makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang
bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah,
Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie
sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan
kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk
Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan
karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Kasus Indomie masalah yang terjadi
dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai kandungan-kandungan
apa saja yang terkandung dalam produk mie tersebut sehingga Taiwan
mempermasalahkan kandungan nipagin yang ada dalam produk tersebut. Menurut BPOM
kandungan nipagin yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan
tersebut, kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman
untuk dikonsumsi. Selain itu standar di antara kedua Negara yang berbeda
Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision dan karena Taiwan
bukan merupakan anggota Codec sehingga harusnya produk Indomie tersebut tidak
dipasarkan ke Taiwan.
Penelitian telah menunjukkan bahwa
Methylparaben secara praktis tidak beracun oleh kedua baik secara oral dan
parenteral. Dalam sebuah populasi dengan kulit normal, Methylparaben praktis
non-iritasi dan non-sensitif, namun reaksi alergi terhadap paraben tertelan
telah dilaporkan. Indonesia
menganut Standarisasi internasional yang
ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC). Forum CAC (Codex Alimentarius
Commission) merupakan organisasi perumus standar internasional untuk bidang
pangan.
ANALISIS :
Dalam kasus ini sudah jelas pelanggaran
etika dalam berbisnis. Tidak teliti dan peka terhadap standarisasi produk yang
akan dijual di negara lain. Yang dimaksudkan tidak beretika adalah dalam hal
etika khusus yang mencakup dunia bisnis dan melibatkan masyarakat luas. Kasus ini
juga telah melanggar norma hukum di negara tersebut dikarenakan produk yang
dijual tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Adapun penjelasan mengenai
kandungan yang terdapat pada produk ini, yaituMethyl p-hydroxybenzoate (disebut
juga Methyl parahydroxybenzoate) terdapat didalam makanan instant dan makanan
lainnya. Bahan ini adalah bahan pengawet makanan yang cara kerjanya adalah
mencegah timbulnya jamur (fungi) yang selain sebagai pengawet makanan juga
dipakai sebagai bahan campuran kosmetik supaya tidak ada jamur. Tidak ada bukti
bahwa methylparaben atau propylparabens berbahaya pada konsentrasi yang
biasanya digunakan dalam perawatan tubuh atau kosmetik. Methylparaben dan
propylparabens dianggap GRAS (Generally regarded as safe, umumnya dianggap
aman) untuk makanan dan pengawetan antibakteri kosmetik. Methylparaben ini
mudah dimetabolisme oleh bakteri tanah umum, sehingga benar-benar terurai.
Methylparaben mudah diserap dari saluran pencernaan atau melalui kulit. Hal ini
dihidrolisis menjadi asam p-hidroksibenzoat dan cepat dikeluarkan tanpa
akumulasi dalam tubuh.
Indonesia memperbolehkan penggunaan zat ini hingga
250mg/Kg, sedangkan Taiwan memperbolehkan hingga 100mg/Kg. Jadi kalau dilihat
dari standart yang berlaku di Indonesia, mie instant Indomie ini tidak
melanggar aturan legal di Indonesia. Namun Produk ini menjadi tidak legal di
Tawian karena melebihi batas ambang yg berlaku disana. Dep Kes (POM-Pengawas
Obat dan Makanan) pun tidak bisa serta merta melarang penggunaan bahan pengawet
ini. Karena tidak ada bukti klinis yang meyakinkan bahayanya. Dan juga
pelarangannya akan diartikan tidak melindungi industri dalam negeri sebagai
produsen makanan. Taiwan dan Hongkong serta negeri china barangkali lebih ketat
memberlakukan pembatasan penggunaan E218
dibanding Indonesia. Karena mie merupakan makanan pokok bagi bangsa
chinese, sehingga secara akumulatif jumlah yang dikonsumsi akan sangat besar
disana.
SARAN
Bagi perusahaan Indomie sebaiknya
memperbaiki etika dalam berbisnis, harus transparan mengenai kandungan-kandungan
apa saja yang terkandung dalam produk mie yang mereka produksi agar tidak ada
permasalah dan keresahan yang terjadi akibat informasi yang kurang bagi para
konsumen tentang makanan yang akan mereka konsumsi. Lebih teliti dalam
penyebaran produk apakah sudah sesuai dengan standarisasi negara yang dituju.
SUMBER REFERENSI :
No comments:
Post a Comment